Minggu, 20 November 2011

surat untuk timnas u23

Jakarta, Kepada semua
punggawa timnas U- 23, ingatlah:
sejarah hanya mengabadikan nama
para juara. Maka, bertarunglah,
menanglah, dan jadikan namamu
abadi!
Yeah , sejarah memang kerap tak adil
bagi mereka yang kalah, mereka yang
mungkin sudah bertarung sekuatnya
dan melawan dengan sebaik-baiknya.
Tapi, apa boleh bikin, begitulah tabiat
sejarah: ia hanya mencatat para
pemenang, hanya mau
mengabadikan para juara.
Kadang ada yang berkata
kemenangan bukan segalanya. Ada
juga yang bilang yang terpenting
bermain dengan indah dan
bertanding dengan penuh
kegembiraan.
Perkataan seperti itu tak sepenuhnya
salah. Tapi, Kawan, mungkin kau juga
sudah sangat tahu: Indonesia sudah
terlalu sering kalah dan akhirnya
terbiasa menjadi pecundang.
Sedihnya lagi, kekalahan yang datang
seringkali bukan jenis "kekalahan
yang indah", tapi kekalahan yang
sebenar-benarnya kekalahan: kalah
secara hasil, kalah secara permainan,
dan tragisnya kadang diselimuti bau
gajah yang tak sedap .
Dua puluh tahun sudah Indonesia
berada dalam situasi seperti itu, 20
tahun sudah Indonesia tak
merasakan pengalaman menjadi
juara. Indonesia hanya pernah
mengendus bau juaranya saja, tapi
tak pernah benar-benar bisa
merengkuhnya. Setelah 1991,
beberapa kali Indonesia "nyaris" jadi
juara, tapi tak lebih dari "nyaris",
hanya "nyaris". Tidak di SEA Games,
tidak di Piala AFF/ Tiger. Semua serba
"nyaris".
Karena terbiasa dengan "nyaris" , itu
pula yang selalu diulang-ulang dan
diceritakan: nyaris mengalahkan Uni
Soviet di Olimpiade 1956, nyaris lolos
Olimpiade 1976, nyaris juara Piala
AFF, dan nyaris-nyaris yang lain.
Karena terbiasa dengan "nyaris" itu
jugalah kita dilenakan oleh julukan-
julukan yang simbolik saja: (pernah
jadi) Macan Asia, negara gila bola,
dll., dkk.
Karena itulah surat ini ingin berterus
terang mengatakannya: Indonesia tak
bisa terjerembab lebih lama dan
terperosok lebih dalam lagi.
Indonesia butuh sebuah pencapaian
baru, sebuah tonggak, suatu
milestone , yang dibangun oleh
tangan dan kaki dari generasi terbaru.
Karena kita tak bisa lagi terus
menerus mengelap-elap peninggalan
lama saat para jiran kita sudah
melaju dan memancangkan target-
target baru yang lebih jauh.
Apa boleh bikin! Beban itu kali ini
memang ada di pundakmu. Ya,
beban. Aku harus berterus terang
mengatakannya karena tak ingin
mengenteng- entengkan hanya
sekadar untuk membesarkan hati.
Lagi pula, aku juga tak ingin berpura-
pura, kami tak ingin berpura-pura :
Indonesia ingin gelar juara.
Hanya dengan itulah aku (mungkin
juga Indonesia) akan mengingat
nama kalian, mengenang sampai
lama, sampai jauh di kemudian hari!
Sejarah itu, Kawan, hari ini sudah di
depan ujung hidungmu. Hanya
tinggal sejengkal lagi jaraknya dari
jangkauan kedua tanganmu. Apakah
kau sudah bisa mulai mencium
baunya? Apakah kau sudah mulai
dapat mengendus aromanya?
Kesempatan yang sudah amat dekat
ini, peluang untuk diingat dan
dikenang ini, mungkin tak akan
datang sebanyak dua kali. Generasi
berikutnya mungkin akan mendapat
kesempatan serupa, tapi tak ada yang
bisa menjamin kau akan
mendapatkan kesempatan seperti ini
sekali lagi. Siapa tahu ini akan jadi
kesempatanmu satu-satunya.
Kawan, tentu kau tidak akan sudi
menukar momen bersejarah ini
dengan apa pun juga, bukan?
Jadi, bertandinglah seakan-akan laga
final SEA Games 2011 adalah
pertandingan terakhirmu. Menderita
dan sekaratlah hanya untuk hari ini
saja agar selanjutnya kau bisa
menjalani sisa hidupmu sebagai
seorang juara!
Bung, ayo, Bung!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar